[Feature] Mulai Masuk Sekolah Siswa Bahagia, Tapi Orang Tua Dilema

Destika Gilang Lestari, sumringah saat ibunda mengabarkan mulai masuk sekolah Senin pekan depan. Disisi lain, Frisilia Van Solang khawatir anaknya akan kontak langsung dengan orang lain, selama masa pandemi Covid-19.

Kabar kebijakan Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Kotamobagu, mulai Senin (2/11/2020), Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP) akan kembali masuk sekolah sudah sampai ke sebagian besar telinga wali murid di Kotamobagu.

Kabar inipun sudah sampai ke peserta didik. Salah satu adalah Destika Gilang Lestari, siswi Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1 Kelurahan Matali, Kota Kotamobagu Provinsi Sulawesi Utara. Kebahagian terpancar karena akan bertemu teman sekelasnya. Maklum, Destika adalah siswi baru kelas 1 (satu) yang belum pernah bertemu teman sekelasnya semenjak mendaftar di SD.

Destika, baru masuk tahun ini (2020, red) setalah wisuda pertengahan tahun ini ditengah pandemi Covid-19. Bahkan, foto bersama saat kelulusan dari Taman Kanak-Kanak (TK) Istiqlal Kelurahan Motoboi Kecil, semuanya memakai masker, pun Frisilia nyaris tak mengenali anak-anak yang lain. “Karena badan mereka semua sama tinggi, dan mnggunakan masker,” kata Frisilia saat ditemui, Sabtu (31/10/2020).

Cerita Ibunda Destika, sejak mendapat kabar akan belajar tatap muka di sekolah, Destika meminta Ibunya untuk menyiapkan perlengkapan sekolah, mulai seragam merah putih yang kadang dipakai, tas sekolah dan alat tulis menulis, hingga botol minuman karakter  berbie.

Pernyataan pun mulai diutarakan Destika, bolehkah dia bemain dengan teman-teman sekelas? otomatis kekhawatiran mulai muncul dari Ibunda, karena pasti anak-anak belum akan terlalu paham dengan bagaimana itu jaga jarak sesuai protokol kesehatan.

Memang, kebijakan pemerintah kota Kotamobagu melalui Disdik, Senin pekan depan mulai masuk sekolah tapi dengan mematuhi protokol kesehatan. Sistem bagi sift (masuk bergilir) satu kelas hanya 10 (sepuluh) orang pelajar. Hanya 4 (empat) jam proses belajar mengajar per hari, dan seminggu 2 (dua) sampai 3 (tiga) kali masuk kelas.

Kebijakan tatap muka terbatas ini tidak juga dipaksakan kepada pihak sekolah maupun orang tua/wali murid. Sebab, wali murid lebih dahulu membuat surat pernyataan bila mengizinkan anaknya untuk belajar tatap muka di sekolah walaupun dalam situasi Covid-19.

Mematuhi protokol kesehatan ditekankan juga oleh Disdik Kotamobagu. Penyelenggaraan pembelajaran harus sesuai protokol kesehatan, yakni mengatur tempat duduk dengan jarak, siswa memakai masker dan mencuci tangan dengan sabun.

Kebijakan tersebut juga digelontorkan lantaran target kurikulum yang tidak tercapai selama masa pandemi. Dirasa, belajar via daring dan luring juga belum efektif. Nilai pembelajaran masih dibawah dan belum tercapai sesuai standar kompetensi. Hal ini karena kesadaran orang tua juga belum sepenuhnya ada. Belajar Dari Rumah (BDR), dengan membuat kelompok-kelompok belajar siswa tidak maksimal, dikarenakan kunjungan guru ke rumah siswa terkadang siswa dan orang tua tidak berada di tempat.

Kabarnya, kebijakan tersebut telah mendapat restu dari Tim Satgas Covid-19 Kota Kotamobagu, dan Disdik akan terus memantau kegiatan itu, sembari melakukan evaluasi. Sebab, siswa juga perlu dikenalkan dengan lingkungan sekolah dengan suasana baru ditengah pandemi.

“Bagaimana cara masuk kelas dengan suasana saat ini, yang harus mencuci tangan, menggunakan masker serta menjaga jarak saat proses kegiatan belajar mengajar,” kata Sekretaris Disdik Kota Kotamobagu, Rastono, Rabu lalu.

Tapi, Fricilia masih dilematis, antara mengantarkan anak sulungnya itu masuk kelas, atau masih dengan sistem daring. Karena orang tua diberikan pilihan apakah anaknya masuk kelas atau melalui daring/luring. Sementara, Destika berharap akan bertemu dan berkenalan dengan teman-teman barunya.

Kekhawatiran orang tua pasti muncul, karena saat ini pandemi Covid-19 masih ada dan belum berakhir. Pemberitaan media masih marak terkait munculnya kasus-kasus baru positif corona. Pun, ada pihak yang sengaja menyiarkan secara live di media sosial ada pemakaman terhadap pasien Covid-19, atau yang reaktif Covid-19.

Disisi lain, Destika harus bersosialisasi dengan teman-teman sekelasnya yang belum pernah bertemu semenjak masuk kelas 1 tahun ini. Muncul juga kekhawatiran karena anak yang lahir 13 April 2014 silam ini, belum mengenal lebih dekat dengan lingkungan sekolah barunya itu. Pun, dia menyadari bila proses belajar di TK dan SD sangat jauh berbeda.

Sementara, Destika harus diberi pemahaman bagaimana sekolah di masa pendemi Covid-19, apa itu protokol kesehatan, sekaligus mengubah perilaku yang tak biasanya.

Saat diwawancarai, Frisilia masih kebingungan mengambil keputusan soal kebijakan masuk sekolah terbatas. Diapun berharap sebelum kebijakan ini dilaksanakan, ada sosialisasi kepada para wali murid agar mereka yakin bila anak-anak mereka tak akan terpapar virus yang melanda dunia tersebut, bila harus masuk sekolah.

Dia juga menyadari, pertemuan tatap muka antara guru dan siswa perlu dilakukan, untuk membangun hubungan emosional antara guru dan siswa itu sangat penting demi perkembangan akademik anak. Kami sudah paham dengan protokol kesehatan dan sudah sering dibiasakan kepada anggota keluarga. Tapi, apakah protokol ini bisa dijalankan dalam lingkungan sekolah?, sebab namanya anak-anak kebiasaan baru ini butuh cara yang lebih tepat untuk dilakukan.

Tapi pihak Disdik juga mengatakan bila pembelajaran melalui daring sudah efektif, maka tidak perlu lagi tatap muka, jadi tergantung pihak sekolah.

 

(fahmi gobel)

 

   

 

 

Comment