Tragedi Pembunuhan Anak di Bolmong: Menelisik Kedalaman Kasus MP alias Manda

Tragedi yang mengguncang hati terjadi di Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara.

Betapa tidak, dengan penemuan mayat seorang balita berusia lima tahun, MP alias Manda, yang diduga menjadi korban penculikan dan pembunuhan.

Mayat korban ditemukan dalam kondisi mengenaskan di perkebunan Desa Ikarat, Kecamatan Dumoga, setelah sempat hilang selama lima hari.

Korban dituduh tewas oleh JT alias Jemy, seorang tetangga yang mengakui perbuatannya setelah ditangkap di Kabupaten Toli-Toli, Provinsi Sulawesi Tengah.

MP alias Manda ini, diduga dibunuh oleh JT alias Jemy yang merupakan tetangga korban.

Korban sempat hilang selama 5 hari dan dicari oleh keluarga dibantu oleh tim SAR dan aparat keamanan.

Petunjuk penemuan mayat diduga MP alias Manda ini, berawal dari penangkapan aparat kepolisian kepada terduga pelaku di Kecamatan Dondo, Kabupaten Toli-Toli, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng).

Petunjuk dari pelaku membawa aparat kepolisian dan Tim SAR menuju lokasi penemuan pada Kamis, 16 Februari 2023, menambahkan luka mendalam bagi keluarga dan masyarakat Bolaang Mongondow Raya.

Atas petunjuk tersebut, aparat kepolisian dan Tim SAR langsung menuju ke lokasi dan pada hari Kamis (16/02/2023), mayat korban ditemukan.

Penemuan mayat korban sangat menggemparkan masyarakat Bolaang Mongondow Raya (BMR), karena anak yang menjadi korban kebiadaban pelaku dikenal anak yang sangat baik.

Apalagi anak tersebut masih terhitung balita belum genap umur 5 tahun, ini tentu sangat memilukan bagi keluarga.

Kasus ini pun, mendapat perhatian banyak pihak, termasuk praktisi hukum terkenal yakni Hotman Paris, yang sempat memposting pernyataannya di media sosial.

Keluarga berharap agar kiranya pelaku penculikan dan pembunuhan ini segera dihukum seberat-beratnya

Kapolres Kotamobagu, AKBP Dasveri Abdi SIK setelah dikonfirmasi melalu via whatsapp membenarkan adanya penemuan korban di Desa Ikarat, Kecamatan Dumoga ini.

“Yah, korban penculikan dan pembunuhan seorang anak dari Inuai sudah ditemukan,” akunya.

Respons publik pun mengalir deras, salah satunya Wali Kota Kotamobagu, Tatong Bara, secara terbuka mengutuk tindakan keji pelaku dan menekankan pentingnya hukuman yang setimpal.

Respons serupa juga datang dari berbagai elemen masyarakat dan praktisi hukum terkenal seperti Hotman Paris yang mengeluarkan pernyataan di media sosial.

Sentimen sedih dan prihatin juga ditunjukkan oleh masyarakat luas terhadap nasib tragis yang menimpa anak yang masih terhitung balita ini.

Hal serupa juga datang dari Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Bolmong, Hj Farida Mooduto, yang menyoroti kebutuhan akan perlindungan anak-anak dari kekerasan.

Pendampingan hukum dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Bolmong terhadap kasus-kasus serupa menjadi penting dalam memastikan keadilan bagi korban.

Data yang dikumpulkan juga menunjukkan prevalensi kekerasan terhadap perempuan dan anak di daerah ini, menyoroti tantangan serius yang dihadapi dalam melindungi generasi muda.

Iapun berharap, kasus seperti ini jangan lagi terulang. Sehingga butuh perhatian berbagai elemen dalam menyikapi persoalan yang muncul.

Kepedulian terhadap kasus ini juga tercermin dalam upaya Kejaksaan Negeri Kotamobagu untuk menegakkan hukum dengan mempertimbangkan sistem peradilan pidana anak yang khusus.

Perlakuan hukum yang berbeda terhadap anak-anak sebagai pelaku, korban, atau saksi menunjukkan komitmen dalam menanggapi kasus-kasus kekerasan terhadap anak dengan sensitivitas yang diperlukan.

Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidum) Kejari Kotamobagu Andi Sunan Tombolotutu SH MH menjelaskan perkara pidana anak dibawah umum dibagi menjadi tiga kategori.

“Anak sebagai pelaku, anak sebagai korban, dan ada anak sebagai saksi,” terang Sunan.

Kata Sunan, anak sebagai pelaku memiliki kekhususan dalam undang-undang Sistim Peradilan Pidana Anak (SPPA), tidak sama hukumannya dengan pelaku pidana yang sudah dewasa.

“Anak sebagai pelaku pidana, tuntutannya setangah dari pelaku pidana orang dewasa,” sebut Sunan.

Dia mencontohkan, jika anak sebagai pelaku pembunuhan, kemudian dituntut 10 tahun, maka lama tuntutannya 5 tahun.

“Jika anak sebagai pelaku pidana, lama penahanannya sudah diatur oleh undang-undang,” kata Sunan.

Begitupun dengan perlakukan kepada anak dalam persidangan pun berbeda. Sebab Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) mempunyai kekhususan tersendiri.

Kepala Seksi (Kasi) Intelijen Kejari Kotamobagu, Suhendro G Kusuma SH, menambahkan hukuman terhadap anak pelaku pidana sebagai upaya terakhir adalah penjara (ultimum rimedium).

Namun, masih ada pilihan lain yakni masih dapat dikembalikan ke orang tuanya atau sebagai pekerja sosial yang sudah diatur dalam undang-undang.

“Jika berkelahi, hukumannya dibawah sepuluh tahun dapat ditempuh dengan upaya perdamaian (diversi) yang diatur dalam undang-undang,” urai Suhendro.

Kasus MP alias Manda mengingatkan kita akan pentingnya mencegah dan menanggapi kasus-kasus kekerasan terhadap anak dengan sebaik-baiknya.

Harapan besar terletak pada upaya bersama dari berbagai elemen masyarakat dan pemerintah untuk mencegah tragedi serupa terulang di masa depan.

Kasus-kasus kekerasan yang melibatkan anak-anak sudah sering terjadi akhir-akhir ini.

Kotamobagu, adalah kota ramah anak, sehingga sepatutnya melahirkan program yang mendorong terciptanya kondusivitas terhadap anak-anak, demi pertumbuhan.

Kisah diatas mengisyartakan kekerasan anak masih menghantui kita semua. Siapapun bisa menjadi korban.

Bukan hanya aparat penegak hukum dan pemerintah yang wajib memberikan perlindungan, tapi kesadaran seluruh stakeholder sangat dibutuhkan, bahwa anak adalah masa depan.***

 

Comment